DHAMMADESANA

karma buruk berbuah kali lipat

Ceramah : Bhikkhu Jutaliko Thera
di Trisakti Management School

Cerita ini mengkisahkan kehidupan seseorang yang ucapannya tidak terkendali, menyebabkan karma buruk berbuah hingga kali lipat.
Dikisahkan pada jaman sang Buddha ada sebuah keluarga kaya memiliki seorang anak perempuan usia sekitar 15 tahun, ia tinggal di kamar indah dilantai 7 dan diawasi seorang pelayan. Suatu hari seorang sakti terbang melintasi jendela kamar anak perempuan yang kebetulan dalam posisi jendela terbuka. Melihat paras dan wajah yang cantik, orang sakti jatuh hati dan masuk dalam kamar, hingga terjadi hubungan intim. Beberapa bulan kemudian anak tersebut hamil.
Pelayan yang mengawasi anak perempuan kaya itu terkejut, melihat perkembangan perut anak perempuan itu membesar. Tapi karena mendapat pesan untuk tidak memberitahukan pada siapa-siapa, akhirnya kehamilan anak perempuan tidak tersebar kemana-mana

Setelah berlalu 10 bulan lahirlah bayi laki-laki. Untuk menutupi aib keluarga, anak perempuan memerintah pelayannya untuk membuang bayinya dengan cara meletakan bayi kedalam bascom lalu di tutupi bunga diatasnya, kemudian bascom di junjung diatas kepala pelayan menuju sungai Gangga. "Jika ada yang bertanya, katakan ini adalah sesajen untuk tuanmu" demikian pesan anak perempuan ini kepada pelayannya.

Arus sungai Gangga membawa bascom yang berisi bayi lak-laki mengalir menuju ke dua orang perempuan yang sedang mandi. Dari kejauhan kedua perempauan melihat arah bascom yang mendekat Salah satu perempuan mengatakan "Bascom itu milik saya", dan perempuan satu nya mengatakan "Isi dalam bascom milik saya". Betapa terkejut kedua perempuan tersebut, ternyata bascom tersebut berisi seorang bayi laki-laki. Ternyata kedua perempuan ingin memiliki bayi tersebut, memperebutkan bayi laki-laki dapat diselesaikan atas keputusan raja, hak milik bayi laki-laki adalah perempuan kedua yang kali mengucapkan "Isi bacom milik saya".
Pada saat ditemukan rambutan bayi laki-laki tersebut acak-acakan, kotor sekali karena saat dilahirkan tidak dibersihan dengan baik. Penduduk sekitar melihat kondisi bayi laki-laki yang kotor lalu diberika nama "Jatila"

Perempuan yang mendapat hak asuh bayi laki-laki (Upasika), merupakan mengikut Y.M Maha kaccayana Thera, ia berpikir jika sudah waktunya bayi yang nanti dewasa akan menjadi bhikkhu di tahbiskan dan di bimbing oleh Y.M Maha Kaccayan Thera.

Pada saat Y.M. Thera pindapata, upasika mengundang Y.M Thera duduk dan memberinya makanan. Melihat anak laki-laki yang sudah dapat berjalan, Y.M Thera bertanya "Upasika, Anda dapat anak kah ", Upasika menjawab "iya, saya beri makan anak ini dengan harapan akan ditahbiskan di tempat Y.M. Bhante, mohon Y.M. Bhante mentahbisnya" . Y.M. Thera mengetahui karma baik anak ini besar sekali, maka bhante menerimanya dan menjawab "baiklah" lalu membawa anak itu pergi,

Melihat Jatila masih terlalu kecil, maka Y.M Thera membawa ke rumah seorang pedagang di kota Takkasila. Saat bertemu Y.M. Thera, pedagang memberikan hormat. Pedagang melihat anak yang dibawah Y.M Thera dan bertanya "Bhante mendapat anak? " Y.M.Thera menjawab " Iya, Upasaka, dia akan ditahbis tapi masih sangat muda, tolong anak ini dirawat di tempat anda". Umat pendukung itu menerimanya lalu merawat anak itu sebagai putranya hingga dewasa.

Saat Jatila sudah Dewasa, ia membantu si pedagang menjual barang dagangannya, bahkan ada barang yang sudah 12 tahun belum laku terjual. Suatu kali Jatila menjaga toko si pedagang sendirian, saat itu si pedagang pergi ada keperluan lain. Dewa penguasa mengetahui bahwa Jatila pernah melakukan perbuatan baik kehidupan lampau, maka dipengaruhi penduduk kota member barang dagangan di tokonya hingga habis tidak tersisa. Sekembali ke toko si Pedagang terkejut melihat barang dagangannya benar-benar habis terjual, ia merasakan Jatila membawa keberuntungan bagi keluarganya, maka si pedagang menikahkan Jatila dengan putrinya.

Si Pedagang menyiapkan tempat tinggal untuk anaknya yang baru melangsungkan pernikahan. Saat Jatika melangkah pertama memasuki rumah barunya, muncul gundukan emas dibelakang rumahnya. Berkat karma yang lampau Jatika kini memiliki kekayaan yang melimpah, dan mendapat gelar Jatika Setthi yang artinya orang yang memiliki kekayaan yang melimpah dan berkecukupan.
Jatila dikaruniai 3 orang anak, disaat semua anak sudah dewasa Jatila memutuskan menjadi bhikkhu. gundukan emas dibelakang rumahnya diwariskan pada anaknya. Gundukan emas menjadi keras saat anak pertama dan kedua menyekop gundukan emas, anak ketiga dengan mudah mengambil dengan sekop. Dengan demikian waisan hanya diberikan pada anak terakhir.

Setelah ditasbihkan Jatila menjadi bhikkhu ditempat sang Buddha. 2-3 hari kemudian bhikkhu Jatila mencapai tingkat kesucian Arahat. Ada pertanyaan : "Sebab apa bukit emas itu hingga terjadi untuk ayah dan anak laki-laki yang terakhir saja ?". Jawabnya disebabkan perbuatan yang dirinya sudah lakukan itu.
Setelah ditelusuri, ternyata kehidupan lampau Jatila, pada jaman Buddha Kassapa, bhikkhu Jatila adalah pedagang emas. Di Kisahkan pada kehidupan lampau saat Buddha Kassapa wafat parinibbana, dibuatkan tempat tinggal/cetiya yang serba emas. Karena kurangnya persediaan emas untuk 3 buah tempat relik Buddha Kassapa, maka bhikkhu setempat pergi ke pedagang emas untuk pembuatan tempat relik tersebut.

Bhikkhu berkunjung pada seorang pedagang emas yang saat itu kebetulan sedang bertengkar dengan istrinya. Dengan emosi pedagang mengucapkan kata kasar dan tidak sopan pada bhikkhu “Anda silahkan keluar, dan buang guru anda ke air”. Melihat ucapakan tidak sopan, istrinya mengingatkan untuk tidak memarahi para Buddha masa lampau, masa ini dan masa akan datang. Menyadari tindakan tidak patut, segera pedagang minta maaf pada bhikkhu tersebut. Bhikkhu menjelaskan untuk minta maaf pada Buddha, lakukan kebajikan dengan cara membuat tempat relik. Jika tempat relik sudah selesai, minta maaf lah pada Buddha.
Segera pedagang membuat tempat relik. Hanya anak ke tiga yang mau membantu membuatkan tempat relik dari emas. Tempat Relik pun selesai dikerjakan. Tindakan maaf di wujudkan dalam bentuk pembuatan 3 buah tempat relik, ucapan maaf pada Buddha tidak lupa dilontarkan setelah semua selesai.

Meski tindakan maaf telah dilakukan, karma buruk tidak hilang begitu saja. Karma buruk tetap berbuah. Pada beberapa kehidupan selanjutnya si pedagang terlahir kembali dan sebanyak 7 kali kelahirannya dibuang ke air. Karma buruk yang diucapkan meskipun hanya sedikit dan diarahkan pada bhikkhu sangha, buahnya akan berakibat berlipat-lipat. Demikian pula karma baik membuat 3 buah tempat relik untuk Buddha Kassapa buah karma baik berlipat-lipat ganda. Kehidupan berikut mendapatkan kekayaan berlimpah-limpah.

Pada Paritta Sanghanusati terdapat "Sangha adalah tempat menanam jasa yang tiada taranya". Apa yang dilakukan terhadap bhikkhu sangha akan membuah karma baik berlipat-lipat. Sehingga apa yang dilakukan si pedagang emas berbuat karma buruk dengan mengucapakn kata kasar serta berbuat baik dengan membuat tempat relik berbuah berlipat-lipat hingga 7 kehidupan.

Untuk mengurangi buah karma buruk, lakukan karma baik sebanyak-banyaknya. Buah karma buruk dapat ditekan melalui perbuatan karma baik. Seperti kisah Anggulimala yang membunuh 999 orang, yang setelah bertemu sang Buddha, akhirnya dapat mencapai arahat karena dengan melakukan perbuatan baik.

Ucapkan permintaan maaf dengan disertai tindakan baik, akan menekan buah karma buruk. Ucapkan permntaan maaf dihadapan yang bersangkutan jika masih hidup. Jika orang tersebut sudah tiada, lakukan perbuatan-perbuatan baik atas nama orang tersebut dan minta maaf kepada yang meninggal.

Buah karma dari ucapan, pikiran dan tindakan akan berlipat ganda jika dilakukan pada makhluk hidup yang memiliki sila yang tinggi,. Semakin tinggi sila semakin besar buah karma. Buah Karma dari hasil Perbuatan kepada hewan berbeda dengan manusia. Demikian pula buah dari perbuatan akan berlipat-lipat jika dilakukan pada manusia telah mencapai tingkat kesucian.

Latihlah dan jagalah ucapan, pikiran dan tindakan kepada semua makhluk hidup. Tambahlah kebajikan, hindarilah perbuatan jahat. Sucikanlah hati dan pikiran.

Kisah diatas diambil dari Dhammapada XXVI-33 syair 416 :
Seseorang yang dengan membuang nafsu keinginan kemudian meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan tanpa rumah, yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan, maka ia Kusebut seorang "brahmana".